Di masyarakat, ada banyak tradisi dan budaya tertentu yang berkaitan dengan kecantikan wanita. Seorang wanita baru dikatakan cantik jika mengikuti tradisi tertentu. Atau boleh jadi seorang wanita baru diiktiraf statusnya setelah menyelesaikan ritual khusus.
Wang Huiyuan, nenek berusia 84 tahun ini mendedahkan pengalamannya dulu harus mengikuti tradisi pembebatan kaki sebagai bahagian untuk menjadi wanita cantik. Dilansir dari dailymail.co.uk, nenek yang kini tinggal di kawasan luar bandar Tonghai, Yunnan, China ini perlu menjalani "rawatan kecantikan" yang menyakitkan. Ketika usianya baru enam tahun, dibantu oleh ibunya, kedua kakinya dibebat kencang sekali.
"Kira-kira enam atau tujuh tahun, kaki saya mula dibebat dengan bantuan ibu. Apabila dibebat, saya berteriak kencang, 'Jangan dibebat lagi, jangan lagi!'," Kata Wang. Tradisi kuno ini dijalankan pada abad ke-13 dan sudah dilarang sejak tahun 1902.
"Pada masa itu baru dianggap bergaya kalau kaki dibebat. Semua orang melakukannya. Kalau tidak, kita akan ditertawai, 'lihat kakinya yang besar dan pipih'. Saya pernah ditertawai, jadi saya membebat kaki saya," terang Wang pada Dr Amanda Foreman dalam acara dokumentari the Ascent of Woman.
Proses pembebatan kaki yang dialami Wang sangat menyakitkan. Selepas dibebat, malam harinya Wang kecil akan berteriak minta dilonggarkan. "Kaki saya dibebat selama beberapa saat dan dilonggarkan sedikit. Jadi kaki saya tak terlalu kecil," ujar Wang.
Sementara itu Dr Foreman menjelaskan kalau proses pembebatan itu terasa menyiksa. "Mulai dari usia sekitar lima tahun, ibu mereka akan bengkok tulang kaki anak perempuan mereka sampai hampir separuh. Mereka akan menekan jari-jari kaki dengan keras terlipat ke bawah dan membuntalnya dengan bebatan yang akan makin kencang selama beberapa tahun," kata Dr Foreman. Wanita sejarawan tersebut juga memaparkan kalau amalan tersebut merupakan norma budaya selama berabad-abad sebagai standard kecantikan yang mengagungkan kesucian dan juga keterbatasan gerak.
Tradisi pembebatan kaki itu menjadi salah satu ciri identiti orang China pada waktu itu walaupun sebagai syarat wanita baru dibenarkan berkahwin. Zaman dahulu, ada keyakinan bahawa kaki kecil boleh membuat wanita kelihatan lebih atraktif.
Kaki yang dibebat saat itu menjadi simbol status bagi mereka yang kaya dan bergaya. Sampai akhirnya demi boleh dilihat mempunyai status sosial yang tinggi, orang-orang miskin pun melakukan amalan tersebut.
Wang yang berkahwin ketika usianya baru 14 tahun mengatakan kalau ia akan tetap membebat kakinya, meski dulu prosesnya menyakitkan. Bahkan ketika ada orang dari pemerintah yang cuba untuk melepas bebatan di kaki Wang, ia malah bersembunyi.
Dr Foreman melawat sebuah muzium di Shanghai dan seorang ahli menjelaskan kalau anak-anak gadis zaman dulu tak mau dibebat kakinya, maka sang ibu akan memukul pantat anaknya dengan sebilah tongkat kayu. "Dalam tradisi Cina kuno, apabila kaki anak-anak perempuan dibebat, hujung berus pena untuk menulis dimasukkan di dalam kain bebat. Artinya kaki mereka harus kelihatan seperti hujung berus pena yang runcing dan kecil," kata sang ahli.
Kasut khas dulu dibuat untuk membungkus kaki-kaki kecil para perempuan Cina zaman dulu. Kasut tersebut disebut kasut teratai yang biasanya dibordir sendiri oleh wanita yang memakainya. "Kasut tersebut adalah simbol status ekonomi yang membungkus seorang wanita. Tetapi kasut itu juga menjadi saksi sami tentang kenyataan pahit akan kecantikan dan fesyen, di satu sisi wanita dijadikan alat pembebasan tapi di sisi lain wanita jadi instrumen penindasan lelaki," ungkap Dr Foreman.
Ladies, bagaimana menurut anda tradisi kecantikan seperti ini? Kalau zaman sekarang tradisi ini masih dilakukan, apakah anda berani untuk mencuba?
Wang Huiyuan, nenek berusia 84 tahun ini mendedahkan pengalamannya dulu harus mengikuti tradisi pembebatan kaki sebagai bahagian untuk menjadi wanita cantik. Dilansir dari dailymail.co.uk, nenek yang kini tinggal di kawasan luar bandar Tonghai, Yunnan, China ini perlu menjalani "rawatan kecantikan" yang menyakitkan. Ketika usianya baru enam tahun, dibantu oleh ibunya, kedua kakinya dibebat kencang sekali.
"Kira-kira enam atau tujuh tahun, kaki saya mula dibebat dengan bantuan ibu. Apabila dibebat, saya berteriak kencang, 'Jangan dibebat lagi, jangan lagi!'," Kata Wang. Tradisi kuno ini dijalankan pada abad ke-13 dan sudah dilarang sejak tahun 1902.
"Pada masa itu baru dianggap bergaya kalau kaki dibebat. Semua orang melakukannya. Kalau tidak, kita akan ditertawai, 'lihat kakinya yang besar dan pipih'. Saya pernah ditertawai, jadi saya membebat kaki saya," terang Wang pada Dr Amanda Foreman dalam acara dokumentari the Ascent of Woman.
Proses pembebatan kaki yang dialami Wang sangat menyakitkan. Selepas dibebat, malam harinya Wang kecil akan berteriak minta dilonggarkan. "Kaki saya dibebat selama beberapa saat dan dilonggarkan sedikit. Jadi kaki saya tak terlalu kecil," ujar Wang.
Sementara itu Dr Foreman menjelaskan kalau proses pembebatan itu terasa menyiksa. "Mulai dari usia sekitar lima tahun, ibu mereka akan bengkok tulang kaki anak perempuan mereka sampai hampir separuh. Mereka akan menekan jari-jari kaki dengan keras terlipat ke bawah dan membuntalnya dengan bebatan yang akan makin kencang selama beberapa tahun," kata Dr Foreman. Wanita sejarawan tersebut juga memaparkan kalau amalan tersebut merupakan norma budaya selama berabad-abad sebagai standard kecantikan yang mengagungkan kesucian dan juga keterbatasan gerak.
Tradisi pembebatan kaki itu menjadi salah satu ciri identiti orang China pada waktu itu walaupun sebagai syarat wanita baru dibenarkan berkahwin. Zaman dahulu, ada keyakinan bahawa kaki kecil boleh membuat wanita kelihatan lebih atraktif.
Kaki yang dibebat saat itu menjadi simbol status bagi mereka yang kaya dan bergaya. Sampai akhirnya demi boleh dilihat mempunyai status sosial yang tinggi, orang-orang miskin pun melakukan amalan tersebut.
Wang yang berkahwin ketika usianya baru 14 tahun mengatakan kalau ia akan tetap membebat kakinya, meski dulu prosesnya menyakitkan. Bahkan ketika ada orang dari pemerintah yang cuba untuk melepas bebatan di kaki Wang, ia malah bersembunyi.
Dr Foreman melawat sebuah muzium di Shanghai dan seorang ahli menjelaskan kalau anak-anak gadis zaman dulu tak mau dibebat kakinya, maka sang ibu akan memukul pantat anaknya dengan sebilah tongkat kayu. "Dalam tradisi Cina kuno, apabila kaki anak-anak perempuan dibebat, hujung berus pena untuk menulis dimasukkan di dalam kain bebat. Artinya kaki mereka harus kelihatan seperti hujung berus pena yang runcing dan kecil," kata sang ahli.
Kasut khas dulu dibuat untuk membungkus kaki-kaki kecil para perempuan Cina zaman dulu. Kasut tersebut disebut kasut teratai yang biasanya dibordir sendiri oleh wanita yang memakainya. "Kasut tersebut adalah simbol status ekonomi yang membungkus seorang wanita. Tetapi kasut itu juga menjadi saksi sami tentang kenyataan pahit akan kecantikan dan fesyen, di satu sisi wanita dijadikan alat pembebasan tapi di sisi lain wanita jadi instrumen penindasan lelaki," ungkap Dr Foreman.
Ladies, bagaimana menurut anda tradisi kecantikan seperti ini? Kalau zaman sekarang tradisi ini masih dilakukan, apakah anda berani untuk mencuba?
0 Komentar untuk "Untuk Dianggap Cantik, Nenek Ini Dulunya Harus Menjalani Tradisi yang Menyakitkan"